Ryan berusaha membereskan tumpukan kertas yang berserakan diatas meja kerjanya, kesibukan yang dijalani benar – benar menyita waktunya yang membuat Nita selalu komplain dengan keadaannya. “Bisa nggak sih, kamu menyisaihkan sedikit watu buat aku? Kamu nggak bisa begini terus babe?.” Kalimat itu yang terus terbayang dikepalanya. Dengan berat, ryan menghela nafas membuang penat yang bersarang didirinya sambil mendekap map yang berisi kertas – kertas laporan.
“selamat pagi semuanya”
“wah manusia yang satu ini, kayaknya nggak pernah diam yah? Nggak capek tuh?”, Bales Dion yang juga rekan kerjanya.
“capek lah, tapi demi karir dan hidup aku. It’s okey”, jawabnya enteng.
“tapi kamu kan perlu istirahat juga”
Ryan hanya nyengir merespon komentar dion. “bdw mbak reni ada kan?”
“ada tuh diruangannya, mang napa?”
“mo tahu aja.....” Ryan berlalu menyusuri koridor tengah menuju ruangan mbak reni.
“pagi mbak....” Sapa Ryan.
“ini badgeting untuk even kita yang akan datang mbak?”
Mbak rina memeriksa beberapa lembaran kertas folio yang diserahkan ryan. “apa ini nggak terlalu rendah nominalnya ryan?”
“ini sudah saya kalkulasi dengan pemakaian pada saat even berlangsung mbak”
“artinya harga pas gitu?” Mbak Reni kembali bertanya.
“iya mbak”
“mending kamu naikan sedikit harganya, supaya ntar kita ada ancang – ancang klo misalnya ada sesuatu. Jadi kita nggak perlu kalang kabut lagi untuk menutupi kekurangan”
“kalo menurut mbak rina kira – kira berapa?”
“ya, sekitar limaratusan aja”
“ok mbak”
“untuk promosi radionya gimana?”
“saya sudah kontak beberapa radio, tapi untuk yang radio gemala baru akan saya bicarakan lusa mbak”
“kamu selesaikan secapatnya yah ryan untuk promosi radionya, takut ntar waktunya mepet banget”
“baik mbak”. Jawabnya kemudian.
“jangan lupa juga, minggu depan kita ada meeting dengan klien untuk membicarakan kesiapan even ini. Jadi lamu harus menyiapkan rincian laporannya”
“okey mbak”. Ryan meninggalkan ruangan mbak rina.
* * *
“Maaf yah babe, aku nggak bisa ngantar kamu sampai kesana. Soalnya aku ada janji untuk ketemu dengan orang radio siang ini”
“tapi kamu kan udah jani bakalan antar aku sampe di bandara”
“iya aku tahu, tapi aku juga nggak bisa membatalkan janji ini. Masalahnya aku harus nyelesein pekerjaanku hari ini. Soalnya udah deadline banget”
“alasannya selalu aja gitu, soal pekerjaan lah, janji dengan klienlah, atau meeting dengan atasanlah. Bisa nggak sih kamu ninggalin itu semua, sebentar aja”
Ryan kembali menghela nafas panjang. “aku nggak mungkin ngelakuin itu babe, karena kamu kan tahu sendiri bagi aku pekerjaan adalah nomor satu. Dan aku harap kamu bisa ngerti”
“aku nggak tahu harus berkata apa, yang jelas aku ingin kamu sedikit berubah untuk hal ini. Karena aku juga butuh di perhatikan”. Nita meninggalkan ryan yang terus memandanginya, hatinya masih galau dengan masalah ini yang belum juga terselesaikan. Sesaat kemudian nita membalikan wajahnya ke arah ryan.
* * *
Ryan memarkir mobilnya di basement Graha BC, saat memasuki lift dia mencoba kembali memperbaiki penampilannya. “Selamat siang mas, ada yang bisa saya bantu?”. Sapa Recepsionist FO.
“selamat siang juga mbak, saya bisa ketemu dengan bagian proogram directornya?”
“sudah buat janji?”
“sudah”
“nama mas siapa?”
“ryan”
“tunggu sebentar yah mas”. Ryan duduk disofa yang ada diruang tunggu.
“mas ryan, langsung aja masuk kedalam. Ruangan sebelah kiri paling ujung”
“terima kasih mbak”. Ryan berjalan menyusuri koridor tengah menuju keruangan yang ditunjukkan padanya, berkas – berkas kontrak juga dibawanya untuk memastikan kerja sama mereka.
Tok…tok…tok….
“silahkan masuk”
Saat ryan membuka daun pintu dan masuk keruangan itu, matanya langsung tebelalak melihat sosok yang ada di hadapannya. Sosok yang sudah nggak asing lagi baginya. “gian? Kamu......”
“aku... aku.... hm... ini benar kamu? Ryan kan? Iya aku gian”. Gian juga tersontak kaget melihat kehadiran Ryan dihadapannya.
“apa kabar? Lama banget kita nggak ketemu? Kok nggak kabarin aku sih klo ada di jakarta?” Tidak disangkanya, ternyata di tempat ini dia bertemu dengan sahabat lamanya.
“bukannya nggak mau ngabarin, tapi aku juga nggak tahu musti hubungin kamu kemana?”
“aku nggak habis pikir kita bisa ketemu disini”
Gian hanya tersenyum melihat tingkah ryan yang seriang itu, dia juga tidak menyangka kalau selama ini ryan juga selalu mencarinya.
“kembali ke soal kerjaan, kontraknya udah kamu bawa?”
“gian... gian... kayaknya nggak ada yang berubah dengan kamu, kalo soal kerjaan bawaannya selalu serius. Kontraknya ntar aja, mending kita makan siang aja dulu. Masih rindu solanya, hehehehehe”
“rindu? Lebay banget deh...”. Ungkapnya dalam hati. Gian tersenyum – senyum sendiri.
“kenapa? Ada yang lucu dengan aku?”
“nggak.....”
* * *
“baru pulang mas?” Sapa Nano ketika Gian lewat diruang tengah.
“iya neh mbak, capek banget”. Gian langsung manjatuhkan dirinya disofa ruang tengah, lelah yang dirasakannya seolah membuatnya tak mampu untuk bergerak banyak.
“mbak bisa buatin aku kopi nggak? Lagi pengen neh”
Sesaat kemudian nano meletakkan secangkir kopi panas dimeja, dan tanpa aba – aba gian langsung meminumnya.
“mbak nano masih ingat sama ryan? Itu loh, temen sekolahku yang sering main ke rumah”
“yang anaknya pak bian itu?”
“yup”
“Emangnya ada apa dengan dia?”. Tanya Nano penasaran.
“tadi aku ketemu dikantor dengan dia, ternyata dari dulu sampe sekarang nggak ada yang berubah dengan dirinya.”
Dalam hitungan detik, ingatan masa lalu gian kembali hadir. Dimana dia dan ryan adalah sepasang sahabat yang nggak bisa terpisahkan.
“kamu mo kemana?”. Ryan tidak menggubrisnya.
“kamu nggak usah banyak tanya, aku akan mengajakmu ke sebuah tempat yang akan mejadi saksi kebersamaan kita selamanya”
Ryan mengayuh cepat pedal sepedanya, dia ingin segera sampai ke tempat itu. Sementara gian hanya diam dibelakangnya, sebenarnya dia juga penasaran dengan tempat yang dimaksud ryan.
“nah, kita udah nyampe....”. ucap Ryan dengan wajah berseri – seri.
“disini?”
“iya, keren kan.....”
Mereka berdua berdiri disebuah bukit dengan tebing yang cukup curam dan menghadap ke pantai, pemandangan yang cukup sempurna buat ryan.
Ada ketakutan yang tiba – tiba muncul dari benak gian, sebenarnya dia sangat takut dengan ketinggian. Tapi demi ryan, dia akan coba bertahan melawan rasa takutnya.
“aku tahu kamu nggak nyaman di tempat ini, tapi aku ingin kamu bisa melawan itu semua. Kamu harus kuat gian”
Tiba – tiba saja ryan melangkah mendekati bibir tebing dan berteriak.... “gian, aku akan menjadi sahabat terbaik untukmu selamanya...”
Suara ryan mengema, dan gian pun membalasnya. “ryan, aku juga akan menjadi sahabat terbaik untukmu selamanya”
Mereka kemudian tertawa lepas.......
Dari kejauhan nita memandangi mereka berdua......
“tuh nita cari kamu?” Gian hanya melirik sebentar, dan kembali mengarahkan pandangannya ke arah pantai.
“apa sih maunya itu anak? Padahal aku sudah bilang kedia kalau aku nggak bisa jalan dengan dia”. Kata Gian dengan ketusnya.
Hanya ryan yang masih saja balas memandang ke arah nita....
“kamu nggak tidur? Dah malam tuh, besokkan harus berangkat pagi kekantor. Awas kesiangan loh”
Seketika gian tersadar dari lamunannya, masa lalu yang pernah dialaminya bersama ryan seolah belum bisa lekat dan pudar dari ingtannya.
“aku tidur dulu mbak”
“buruan gih sana.....”
* * *
Dalam perjalan pulang, tiba – tiba saja ponsel gian berdering.
“halo?”
“kamu lagi dimana?”. Tanya Ryan.
“lagi dijalan, menuju kerumah. Kenapa emanngnya?”
“bisa nggak kamu nemenin aku ke bandara? Sekalian aku juga mau menemukanmu dengan seseorang?”
“seseorang? Siapa emangnya?”
“pokoknya ada deh, yang jelas ntar aku jemput dirumah yah” Telponnya langsung terputus, gian belum sempat membalas perkataan ryan. Dengan rasa penasarannya, gian mengarahkan mobilnya masuk kedalam garasi
* * *
“Babe kamu dimana?”
“kita nungguin kamu depan pintu kedatangan”
“ok, aku ambil bagasi dulu” Ketika nita menghentikan pembicaraan, tiba – tiba terlintas dipikirannya tentang kalimat ryan “kita”.
“ryan jemput aku dengan sapa yah?”. Tanya Nita dalam hati.
Nita berjalan keluar dari pintu kedatangan sambil menarik travel bag yang dibawanya. Ketika melihat keberadaan ryan, pandangannya tertumpu pada sosok yang berdiri tepat disamping ryan. Sosok yang sebebnarnya pernah dicintainya.
“ternyata yang kita jemput itu nita? Kamu kok g bilang sih? Jadi grogi neh....” Gian mulai salah tingkah.
“yah, suprise buat kamu. Lagian kan pasti kalian udah lama juga nggak bertemu?”
Nita menghampiri ryan, dan menciumnya dengan penuh cinta.
“gian... dari mana aja? Udah lama banget aku nggak ketemu sama kamu?” Gian semakin salah tingkah dengan keadaan yang terjadi disekitarnya, ternyata setelah lama berlalu banyak yang berubah diantara mereka.
* * *
“iya, setelah hari itu banyak yang berubah diantara kita, kamu, aku dan ryan. Mungkin keadaanlah yang membuat semuanya seperti ini”
“tapi baguslah, setidaknya ryan juga sudah sangat serius dengan hubungan kalian berdua”. Ryan hanya diam dan berkosentrasi mengemudikan kendaraannya.
“emangnya hubungan kalian sudah berapa lama?”
“sejak kami duduk di bangku kuliah.... saat ryan menemuiku selesai turnamen angkatan terakhir sekolah, dia datang untuk menembakku. Dan hari itu aku hanya memberi dia janji, aku akan jadian sama dia kalau kita bedua sukses masuk diperguruan tinggi. Seiring berjalannya waktu akhirnya cintaku benar – benar berlanbuh pada ryan”
“tapi kamulah cinta pertmakau gian” Ucap Nita dalam hati.
“kalau kamu sendiri?”. Tambahnya.
“aku masih nyaman dengan kesendirianku, mungkin karena terlalu sibuk dengan kerjaan kali yeee”
“sebaiknya kamu hentikan kebiasaan kamu yang satu itu, mending kamu berusaha mencari seseorang yang bisa mencintai dan menyayangimu dengan sepenuh hati”
“serius banget neh obrolannya?”. Ryan tiba – tiba memotong pembicaraan mereka.
“bisa aja kamu ryan”
“btw, kamu mo langsung diantar kerumah?” Tanya Ryan ke Gian.
“iya neh, aku capek banget.....”
Mobil ryan berhenti tepat didepan rumah gian.
“makasih yah yan, lain kali kita ngobrol panjang lebar lagi deh nit....”
“ok deh....”. Nita tersenyum kearah Nita
* * *
“sorry yah sudah bikin kamu nunnggu, nitanya mana?”
“dia berangkat bareng vonny”
Ryan memacu mobilnya diruas jalan sudirman, malam ini mereka akan merasakan party yang benar – benar wah......
“nih....”. Ryan menyodorkan gelas kearah gian.
“nggak ah, aku males dengan yang gituan”. Gian mencoba untuk mengelak.
“ayo sekali – sekali, nggak seru klo cuman diem gini”
“iya deh, tapi dikit aja yah”, Gian yang nggak kuasa menahan desakan sahabatnya itu, akhirnya mencobanya juga.
“wey, sama siapa?”. Sapa temen Ryan.
“bareng temen, kamu?”
“Anak – anak yang lain, kesana yuk” Orang itu mengajak ryan pindah meja.
“kita pindah kesana, lebih rame”
“nggak usah ah, aku disini aja nungguin nita”
“ya udah klo gitu, aku tinggal dulu yah”
Tanpa disadari, gian berkali – kali menenggak minuman yang ada dihadapannya. Suara musik yang menghantam pendengarannya, juga smakin membuatnya lupa diri.
Beberapa menit kemudian………
“sorry tadi lama..”
“nggak papa kok...”
“dari pada suntuk, aku ada permainan neh”
“apaan mang?”. Tanya Gian penasaran.
“kamu harus memilih, dua pilihan yang kuajukan tanpa berpikir”
“ok”
“bulan atau bintang?”
“hm... bintang”
“langit atau laut?”
“langit
“hitam atau putih?”
“hitam”
“Sekarang giliranmu...”. Tunjuk Ryan kemudian.
“baju atau celana”
“celana”
“mobil atau pesawat”
“pesawatlah”
“aku atau nita?”
Nita menghampiri mereka dari belakang.
“tadi kamu bilang apa? Aku nggak jelas dengarnya?” Ryan kembali menanyakan pertanyaan gian yang terakhir.
“kalian maen apaan seh? Serius banget?”
“nggak…. lupain aja yang barusan”
“yeee... curang neh gian, masa nggak diulangin. Payah....”
“udah ah, kayak anak – anak aja”. Gian mencoba mengelak dari desakan Ryan.
“turun yuk, seru tuh kayaknya”
“kalian aja deh, lagi males neh.......”
“ya udah, tapi klo sudah mood samperin kita yah”
Gian kembali menenggak minuman yang yang ada dihadapannya, dan kembali memandangi sekitarnya dengan pandangan yang tak begitu jelas.
* * *
Gian menatap kosong ke arah pantai, deretan pohon palm yang dilaluinya seolah tidak menghalangi pandangannya.
“bisa nggak kita singgah di pantai?”
“boleh juga tuh idenya gian?”. Nita langsung menyetujuinya.
Ryan mengemudikan mobilnya, memasuki kawasan pantai anyer.
“kamu nggak turun?”
“aku disini aja”. Jawab Gian sambil menggeleng.
“loh kok gitu seh? Bukannya....”
Ryan langsung memberi kode pada nita, karena ryan sangat tahu watak gian seperti apa.
“iya deh, kita ke pantai yah....”. Gian hanya mengangguk pelan........
Kali ini gian berusaha menahan emosi yang dipendamnya selama ini, memang alasan dia menghilang selama ini untuk melupakannya semua.
Tapi dia nggak pernah nyangka kalau perubahan yang didapatinya akan seperti ini, melebihi dari apa yang pernah dipikirkannya. Mungkin dulu dia salah telah memandang nita sebelah mata, tapi dia juga tahu kalau dirinya tidak ada perasaan pada nita.
Hanya ryanlah yang membuatnya selalu berpikir, apalgi dengan kenyataan yang dihadapinya.
Gian berjalan mendekati ryan dan nita....“sebaiknya aku nggak usah bertemu lagi dengan mu”
Ryan bangkit mendekati Gian. “maksud kamu?”
“banyak hal yang tidak kamu ketahui, dan mungkin aku memang nggak pantas jadi sahabat kamu”
Ryan langsung saja menerjang gian yang berdiri di hadapannya, dan mereka terjerembab jatuh dibibir pantai. Nita bangkit melerai mereka yang bergulat di pasir.
“hentikan, kalian nggak pantas melakukan itu. Kalian itu....”. Nita terisak.
Nita berlari menuju ke mobilnya meninggalkan ryan dan gian yang terdiam dibibir pantai.
“ada satu rahasia yang selama ini ku simpan darimu”
“kenapa kamu nggak pernah mengatakan rahasia itu padaku? Bukannya selama ini kita telah berkomitmen untuk menceritakan semua apa yang terjadi pada diri kita. Aku sahabatmu gian, sahabat terbaik yang pernah kamu miliki”
“aku takut setelah kamu mengetahui segalanya kamu akan pergi dan meninggalkanku”
Mereka kembali terdiam, hanya suara gemuruh ombak yang sesekali hadir memecah kebungkaman mereka. Jauh dari mereka, nita hanya bersimpuh dalam tangisnya.
“ryan, satu hal yang harus kamu tahu. Selama ini aku bukan hanya sebagai sahabat atau saudaramu, tapi selama ini aku juga sayang sama kamu. Karena aku terbiasa dengan dirimu.....”
“itu sebabnya aku pergi dan menghilang, dan karena itu juga aku nggak pernah membalas perasaan nita”
Ryan tidak menyangka kalimat itu akan meluncur dari bibir gian, tapi dia juga nggak bisa menyalahkan rian.
Gian bangkit, dan melangkah pergi dari ryan.
“gian.....”
Gian menghentikan langkahnya, dan berbalik ke arah ryan.
“satu hal juga yang kamu harus tahu, hari ini, esok, dan selamanya, kamu akan tetap menjadi sahabt terbaik untukku...”
Gemuruh ombak kembali memecah bibir pantai, diantara kebungkaman yang terjadi selama ini akhirnya terbersit satu kejelasan tentang keberadaan ryan, gian dan nita. Tentang masa lalu dan masa yang akan datang........................
