Sabtu, 19 Desember 2009

“MAAF YANG TIDAK SEMPAT TERUCAP”

By. Reno Raditya
Delia : “Maaf? Enak aja? Kamu pikir dengan kata itu bisa membuat petra balik sama aku gitu?”
Marsha : “kamu kok malah balik marah sama aku sih del? Niat aku kan baik, mo ngasih tau kebenarannya sama kamu. Mestinya kamu berterimakasih sama aku dong”
Delia : “kebenaran kamu bilang? Kebenaran apa coba? Gara – gara kamu petra malah ninggalin aku, puas kamu?”
Emosi delia memuncak, sementara marsha tetap mencoba untuk member pengertian pada sahabatnya itu.
Delia : “jangan – jangan kamu memang sengaja bikin aku sama petra putus, supaya kamu bisa jadian sama dia kan?? Ngaku aja deh..”
Marsha : “del, aku bukan orang kayak gitu. Sumpah… ”
Delia : “makan tuh sumpah, aku sama sekali nggak percaya lagi sama kamu. Emang kamu pikir aku nggak tahu kalau kamu naksir sama petra? Mulai detik ini kamu nggak usah dekat sama aku lagi, aku benci sama kamu”
Kali ini delia berteriak histeris, dia sudah nggak sanggup lagi menahan kemarahannya.
Marsha : “delia…!! Kamu kok tega banget sih nuduh aku kayak gitu?? Aku sahabat kamu del, mana mungkin aku nyakitin kamu. Ingat, aku kenal kamu lebih dulu, jauh sebelum kamu kenal sama petra. Harusnya kamu aku del??
Mata marsha mulai berkaca – kaca, dia tidak pernah menyangka sahabatnya sendiri menuduhnya yang bukan – bukan.
Marsha : “aku cuman mongasih tau kalau petra itu benar – benar brengsek del?”
Delia tetap tidak menggubrisnya.
Marsha meneteskan air matanya dan tiba – tiba dia berteriak lantang kearah Marsha : “harusnya kamu berterimakasih sama aku del, liat aja kalau sampai petra bener – bener ninggalin kamu. Jangan pernah nangis – nangis cari aku! Dasar nggak tau berterima kasih”

(jeda sound)
Dengan uring – uringan marsha meletakkan tas ranselnya disofa ruang tengah, dan mama menghampiri marsha.
Mama : “pulang telat lagi?? Bukannya hari ini kamu harus les?”
Marsha : “udah ma, aku capek. Hari ini aku nggak mau diganggu”
Mama : “kamu itu gimana sih sha? Kalau mama kasih tau selalu aja ngeyel gitu”
Marsha : “napa sih selalu aja marsha yang disalahin?”
Mama : “maksud mama nggak gitu sha, mama hanya ingin kamu seperti kakakmu rival. Yang selalu mengutamakan pendidikannya, bukan keluyuran kayak gini”
Marsha : “iya, marsha ngerti.. marsha bukan anak pinter kayak kak rival yang selalu saja mama dan papa banggain, marsha hanya nyusahin orang aja. Itu kan yang mau mama bilang?”
Tangis marsha pecah.
Marsha : “mama dan papa memang nggak pernah sayang sama marsha, mungkin memang karena marsha bukan anak kandung mama dan papa kan?”
Mama : “marsha”
Marsha berlari masuk kekamarnya dan menghempaskan pintunya.

(jeda sound)
Leon : “sha, kamu tau nggak? Delia dan petra rebut besar kemaren. Katanya Delia melihat petra jalan dengan rossi, anak sma kacak.”
Marsha hanya menarik nafas panjang.
Marsha : “biarin aja, diakan udah pernah aku kasih tau. Lagian dijuga malah balik nuduh aku, kalau aku mau merebut petra dari dia. Sekarang biar dia rasain akibatnya”
Leon yang sedari tadi menikmati baksonya, kembali melanjutkan kata – katanya.
Leon : “kamu nggak kasian sama dia sha? Delia kan sahabat kamu?”
Marsha : “biarin, makan tuh petra”
Leon memandang marsha dengan tidak percaya. Inikah sosokj marsha yang dulu dia kenal? Egois, dan berpikiran sangat dangkal. Leon hanya menggeleng – gelengkan kepalanya. Dia tau kalau marsha pernah memberi peringatan pada delia, tapi bukan begini varanya menghukum sahabt sendiri.

(jeda sound)
Malam itu, seharusnya marsha berkumpul bersama keluarga dan teman – temannya untuk merayakan ulang tahunnya. Tapi dia lebih pilih untuk menyendiri dikamarnya. Marsha menganggap kalau keluarga dan teman – temannya sendiri tidak pernah care dan peduli padanya.
Marsha : “aku benci semua orang. Apa salah aku? Kenapa nggak ada satu orangpun yang menghargai aku?? Keluargaku sendiri pun sepertinya sudah nggak sayang dan memusuhi aku. Aku selalu mengira sahabt itu selalu ada buat aku kapan pun, tapi mana mereka saat aku butuh? Kenapa hidup ini nggak adil buat aku? Lebih baik aku mati”
Selintas mata marsha terpaku pada pisau yang ada dimeja riasnya, perlahan dia mengambil pisau itu. Marsha tidak bisa berfikir dengan jernih lagi, semua kejadian yang dialaminya akhir – akhir ini seolah mendorong dirinya untuk melakukan hal yang dipikirkannya.
Tanpa pikir panjang, marsha mengoreskan besi dingin itu dikulitnya. Dan seketika saja semuanya menjadi gelap.

(jeda sound)
Marsha : “aku dimana?? Kok semuanya pada disini?? Siapa yang sakit??”
Marsha melihat orang – orang yang berkerumun disebuah koridor, diantara mereka tampak menagis.
Dengan langkah gontai marsha berjalan mendekati kerumunan itu.
Marsha : “mama… papa… denger aku… kalian kenapa diam aja?”
Marsha mencoba menghalau pandangan kedua orang tuanya, tapi tetap tidak digubris. Mama dan papanya hanya menangis.
Marsha : “kalian kenapa sih?? Kenapa kalian diam??”
Marsha beralih mendekati temen – temannya yang juga berada disitu, dan dia melihat delia juga berdiri disitu.
Marsha : “kamu juga, kamu ngapain disini? Sebenarnya ini ada apa? Del, jawab aku….”
Tangis marsha makin meledak, tapi semua orang yang ada dstu tetap saja tidak menggubrisnya.
Marsha : “kenapa nggak ada yang denger aku, kenapa semua diam..”
Marsha kembali melanjutkan langkahnya melewati segerombolan orang yang berkumpul dikoridor.
Dia melihat orang yang keluar masuk disebuah ruangan tepat diujung koridor dengan berpakaian putih, karena penasaran marsha mendekati ruangan itu untuk mencari tau.
Ternyata diruangan itu dirinyalah yang terbaring, dengan tidak berdaya. Salah satu orang yang berbaju putih diruangan itu menutup tubuhnya dengan kain putih.
Tubuh marsha bergetar hebat, tangisnya semakin tidak tebendung.
Marsha : “ternyata… ternyata aku… “
Dokter yang merawat marsha menyatakan, kalau nyawa marsha sudah tidak bisa tertolong lagi.
Bukan hanya orang tua marsha yang sangat terpukul dengan kejadian itu, teman – temannya juga merasa sangat kehilangan.
Marsha melihat kesedihan yang begitu dalam dari orang – orang terdekatnya, sampai dy sendiri merasa menyesal telah meninggalkan mereka dengan cara ini.
Ternyata dugaannya selama ini pun salah, orang tuanya, keluarganya dan teman – temannya sangat menyayanginnya.
Marsha : “mama… papa… kak rival, leon, delia.. maafin aku yah. Maafkan kalau selama ini aku salah menilai kalian semua, aku tahu kalian sayang sama aku. Aku juga sayang kok sama kalian.. sekali lagi maafin marsha.. marsha harus pergi, marsha rindu sama kalian.”
Cahaya putih tiba – tiba menyeruak diruangan perawatan marsha, tubuhnya melayang mengikuti cahaya itu. Sementara orang – oaring yang menyayanginya hanya bisa menangis mengiringi kepergiannya.

Tidak ada komentar: